14.
Tendangan Ultrasonik
~ Whiuh whiuh! ~
Lidi yang gue pegang masih gue gerakkan dengan cepat. Gue masih berusaha untuk bertahan, meskipun rasa takut luar biasa sudah menjalar ke seluruh tubuh gue. Lah gimana nggak Coi? Kobra jumbo ini sudah mengembangkan kepalanya lagi, trus kayak bersiap buat menyemburkan bisa nya ke arah gue. Ya gue makin panik lah.
Gue
semakin memperlebar jarak dengan melangkah mundur dari hadapan ular tersebut.
Gue tetap memperhatikan Kobra itu dengan seksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya, jangan sampe dia melakukan gerakan yang susah di
prediksi, tapi....
.
~
Bugh! ~
.
.
Betapa bego' nya gue....
"Mampus gue, mampus!" Gue makin panik, gue kesandung nggak tau apaan, yang membuat gue terduduk.
Arah
tatapan gue masih ke arah ular tersebut. Gue nggak memperdulikan entah itu akar
pohon apa batu yang udah bikin gue kesandung. Gue berdiri lagi dengan cepat.
Kobra tersebut sudah siap dengan mode buat menyemburkan bisanya.
.
.
~
Whiuh whiuh! ~
.
.
.
.
~
Syuuut! ~
Gerakan
kepala ular tersebut semakin terlihat mau menyemburkan bisa nya....
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
~
Cesssshhhh.... ~
"Hah?!"
Gue bengong sesaat....
Terdapat percikan-percikan macam kembang api di leher ular tersebut. Ternyata itu adalah ulah Imel, dia udah melemparkan garam ke arah ular tersebut. Bunyi nya sama persis dengan suara bisa yang kena daun semak-semak sebelumnya. Juga sama persis dengan asap tipis yang keluar dari bagian leher ular tersebut.
Ular Kobra jumbo itu sudah mengibaskan kepalanya lagi. Gue nggak menyangka dengan apa yang dilakukan sama Imel. Sekarang ular Kobra itu udah nggak bisa anteng lagi. Gue kira nyawa gue udah di ujung tanduk, untungnya....
Kali ini gue sedikit bisa bernafas lega, walau untuk....
Sejenak.
"Gilang! Cepat menjauh dari situ!" Teriak Imel dengan jarak yang nggak begitu jauh dari sisi kiri kepala ular tersebut.
Tak perlu berpikir berapa rumus Phytagoras antara jarak gue-Kobra-Imel, yang gue lakukan adalah ngibrit ngacir dari hadapan ular tersebut. Gue memang melakukan apa yang di perintah sama Imel, berlari dengan arah mundur dari arah tujuan kami sebelumnya. Imel pun ternyata melakukan hal yang serupa dengan apa yang gue lakukan, dia juga sudah menjauh dari kepala Ular Kobra tersebut.
Jarak sudah cukup jauh dari Kobra yang mengibas-ibaskan lehernya, yang masih mengeluarkan asap tipis. Kami berhenti sejenak, kurang lebih 30 meter dari keberadaan Ular tersebut, gue dan Imel sudah sejajar namun berbeda jarak beberapa langkah.
"Ternyata garamnya lebih ampuh dari lidi, Mel," ucap gue sambil tetap melihat ke arah ular tersebut.
Kobra tersebut sudah perlahan-lahan menghentikan gelengan kepala nya akibat disembur garam sama Imel.
"Tapi kayaknya reaksinya nggak bikin dia kapok deh, Mel."
"Ayo, Lang! Saatnya kita kabur!" Tanggapan Imel sejenak sambil menoleh ke arah gue.
Gue membalas dengan anggukan sigap ke arah Imel. Dan yang kami lakukan selanjutnya adalah semakin berdekatan sembari berlari ke arah mobil kampret tadi malam berada.
Kami
berdua semakin dekat dan klop kompak saling berpegangan tangan. Gue juga sempat
menoleh ke belakang. Ular itu masih terdiam memperhatikan kami. Gue nggak
peduli, daripada mati binasa lebih baik lari, yekan?
.
.
~ Drap drap drap.... ~
Gue sama Imel terpaksa berlari lebih kencang. Langkah kaki kami cepat tapi tetap bergandengan tangan. Gue sempatkan lagi menoleh ke belakang dan saat itu gue terbelalak dibuatnya....
"Mel ... hosh ... hosh ... ular ... nya ... hosh ... ngejar kita," ucap gue dengan panik dan terengah-engah.
Imel juga menyempatkan untuk menoleh ke belakang, ekspresi mukanya sama dengan ekspresi gue. Ketakutan dan kecemasan sudah membayangi kami lagi.
Ular Kobra tersebut meliuk-liuk dengan cepat ke arah kami. Gue makin ketakutan ketika suara desis nya semakin terdengar jelas berada di belakang kami.
Pemuda
tamvan berjaket jeans menyelempangkan sebatang bambu di punggungnya, memegang
sebatang lidi di tangan kanannya. Sedangkan tangan kiri nya menggenggam tangan
kanan seorang gadis manis berjilbab biru tua, memanggul tas punggung berwarna
hitam, berjaket hodie abu-abu dan juga mengenakan jelana jeans. Dibelakang
mereka seekor Ular Kobra tinggi sekitar
3 meter, meliukkan badannya, mengejar sepasang manusia yang tengah berlari
tersebut.
.
.
.
.
.
~ Sissh.... ~
Gue semakin mendengar suara berdesis dari arah belakang gue. Dan benar saja, setelah gue menoleh kebelakang, kepala ular tersebut semakin jelas di belakang gue.
"Mel?!" Gue lirik ke arah Imel yang semakin terlihat cemas, sedangkan langkah kami berdua sudah lebih cepat dari sebelumnya.
Imel melepaskan genggaman nya dari tangan gue, merogoh kantong tas punggungnya dan mengeluarkan tangannya lagi. Sekarang barulah gue paham dimana Imel meletakkan kantong hitam berisi garam tersebut.
Imel
kemudian melebarkan jaraknya dari gue. Dia terus berlari dan beberapa langkah
kemudian berbalik arah....
.
.
~
Wiiiiing. ~
.
.
.
~
Cesssshhhh.... ~
.
.
.
~ Sissh.... ~
Gue pun berbalik arah lagi, sama seperti Imel tadi. Kepala ular ini meliuk-liuk tak tentu arah. Gue berhenti sambil mengatur nafas gue, pun demikian yang dilakukan sama Imel. Kami berdua saling memandang dengan nafas terengah-engah.
Kepulan asap tipis keluar dari kepala ular yang meliuk-liuk ini. Beberapa sisiknya rontok berjatuhan. Namun ular ini seakan ingin membalas apa yang sudah Imel lakukan terhadap nya. Imel menyadari kalo dia akan diserang oleh ular tersebut, dia kembali merogoh garam seperti yang dia lakukan tadi.
Ular
ini semakin menggeliat, tapi anehnya kepala nya perlahan-lahan mau menyemburkan
bisa nya lagi. Heran gue, nggak ada habis-habisnya bisa ular ini. Imel mundur
pelan-pelan disertai ancang-ancang ingin melemparkan garam yang ada di
genggaman tangan kanannya. Dan benar saja....
.
.
~
Wiiiiiiing. ~
.
.
.
~
Suuurr.... ~
.
.
.
.
.
.
.
.
~
DUUUUUAAARRRRRR!!! ~
.
.
.
Gue kaget!
Imel juga terkejoed!!
"KYAAA!"
"AAAAA ... AAAAhhh ...."
Gue
dan Imel sama-sama nggak menyangka kalo tumburan bisa ular itu dan lemparan
garam dari tangan Imel bisa menimbulkan ledakan di udara.
.
.
.
.
~
Wuuussshhh.... ~
Kami
berdua terpelanting akibat ledakan tersebut. Ledakan yang mengeluarkan asap
coklat yang mengepul di udara. Asap tersebut terasa pekat, kemudian
perlahan-lahan menipis. Seperti itulah yang gue lihat sekilas ketika gue
terpelanting di udara.
.
.
.
.
.
.
.
.
~
Bugh! ~
.
.
~
Bugh! ~
.
.
.
Gue serempak berjatuhan di atas jalan berdebu tersebut.
"Eegghh! ... Mee ... eel," ucap gue dengan rasa sesak di dada yang membuat gue kesulitan untuk memanggil Imel.
Gue tertelungkup sambil menatap Imel yang sudah terjerembab setelah berguling-guling sejenak. Gue lihat Imel berusaha untuk berdiri, ada darah yang mengalir dari sudut bibirnya.
"Mm ... meel ...." Walau terasa sulit, gue tetap memanggil Imel sambil merangkak-merayap ke arahnya.
Yang gue dapati Imel mulai memegang perutnya. Dia masih mencoba untuk berdiri, namun seperti sangat kesulitan untuk melakukannya.
Gue juga menyempatkan untuk menoleh ke arah keberadaan ular tersebut. Gue rasanya mau nyerah setelah melihat ke arah ular jumbo tersebut yang tidak seperti kami. Ular itu ternyata masih kokoh meneggakkan kepalanya sambil menatap kami. Terlebih, dia sepertinya mulai perlahan-lahan menggerakkan badannya ke arah Imel.
Imel sempet melihat ke arah gue yang merangkak ke arah dia, kemudian dia berbalik menoleh ke arah ular itu lagi. Dia berusaha untuk berdiri dari sikap duduknya, tangan kanannya terlihat kembali merogoh garam lagi dari saku tas nya tersebut. Tatapan Imel kembali fokus ke arah ular itu lagi. Heran gue, kemana rasa takut Imel yang tadi? Imel yang gue lihat sekarang terlihat lebih percaya diri dibandingkan yang tadi, padahal udah keliatan banget badannya udah lusuh.
Namun ternyata Imel tidak sanggup untuk berdiri, dia kembali terduduk sambil tangan kirinya memegang perut. Gue makin merangkak mendekati Imel. Gue lihat bergantian ke arah Imel dan ular sialan itu.
Tapi....
.
.
.
.
.
~
Siiiiiiiiiiiiiiuuuuuuuut! ~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
~
Bammm! ~ Bang! ~
.
.
.
~
DUUUAAAAARRR!!! ~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
~ Pletak pletak! ~
Nol koma nol-nol-nol-nol sembilan puluh sekian detik, anggap aja segitu lah ya. Pokoknya cepat, sangat-sangat cepat apa yang nampak dari kedua bola mata gue. Sekilas gue lihat bayangan putih menghantam kepala ular tersebut dari atas.
Sejenak gue melongo' ... tampang gue pasti jadi bego'!
Apakah gerangan?
Suara lesatan dari arah atas langit itu persis kayak suara lesatan kembang api ke udara. Ya, suara yang sangat bising seperti suara ultrasonik bagi yang mendengarnya. Kuping gue sempat berdenging ketika melihat lesatan itu.
Yang terjadi kemudian adalah suara dentuman keras dari tanah dan membuat debu berhamburan tak tentu arah, kerikil kecil pun berhasil melesat cepat mengenai kening gue akibat dentuman tersebut. Gerakan reflek kedua tangan gue membenamkan kepala gue, menutupi kepala gue dari serangan kerikil tersebut.
Gue sempat mengintip dari sela-sela lengan gue, Imel masih berada pada tempatnya. Dia juga melakukan hal yang serupa dengan apa yang gue lakukan, bedanya dia sudah meringkuk terbaring dengan kepala juga ditutupi dengan lekukkan kedua lengannya.
Suasana telah hening....
Pelan-pelan gue lepaskan tangan yang menutupi kepala gue. Samar-samar debu yang berterbangan dari atas sudah kembali ke arah tanah secara perlahan-lahan. Yang gue dapati sekarang memang ada sesosok perempuan yang mengenakan pakaian putih. Selain itu, gue juga dapat melihat badan hitam ular tersebut sudah meliuk-liuk kekanan dan kekiri, kepalanya sudah tak terlihat. Karena memang terbenam ke dalam tanah.
Gue kembali melihat kearah Imel, gue dapati mukanya masih pucat, darah yang keluar dari sudut bibirnya terlihat masih mengalir. Gue khawatir melihatnya, gue kembali merangkak untuk menghampirimya. Kali ini gue percepat dari yang sebelumnya.
Gue semakin dekat dengan keberadaan Imel, gue berusaha untuk berdiri, meskipun badan gue rasa pegelnya udah kagak ketulungan lagi nyerinya. Gue tetap kekeuh mencoba untuk membantu Imel. Gue berhasil berdiri, walaupun sempoyongan juga sih.
Sekarang, gue sudah berada disamping Imel, gue bantu dia untuk berdiri. Tidak ada kata atau kalimat yang terucap dari kami berdua. Gue hanya terdiam sembari menggenggam erat tangan Imel, untuk membantunya berdiri. Meskipun kami sama-sama tertatih, gue berhasil juga untuk membuat Imel berdiri.
Saat ini pandangan gue sama Imel tertuju pada arah yang sama, ke arah kepala ular itu terbenam ke tanah. Debu-debu kian surut, pandangan kami kian jelas. Badan ular itu bergerak semakin melamban, kemudian lambat laun terdiam dan tergeletak di tanah. Gue masih nggak sanggup berucap Satu patah kata pun, yang gue lakukan cuma melirik ke Imel kemudian balik lagi ke arah sebelumnya.
Gue yakin, Imel pasti sama tertegunnya kayak gue, karena yang kami dapati adalah sesosok perempuan bertubuh mungil, rambut lurus panjang sebahu, mengenakan baju putih lengan pendek, rok abu-abu seujung paha, mengenakan kaos kaki putih sepanjang dengkul dan mengenakan sepatu con*tiiittt*se dimana terdapat list putih di bagian bawahnya. Sesosok perempuan yang berada di dekat kepala ular tersebut yang terbenam ke tanah, dia sudah memunggungi kami.
Suasana memang tercipta hening, gue dan Imel masih terdiam mematung serta mengamati perempuan yang tingginya gue perkirakan 160cm tersebut. Setelah debu kian menghilang, barulah perempuan tersebut membalikkan badannya.
Sekarang, semakin jelas seperti apa orang yang sempat membuat gue bengong terguncyang atas aksi heroik sekali terjang tadi. Dugaan gue bener, seorang perempuan bertubuh mungil dan kurus, mengenakan seragam SMA, berpakaian rapi karena tepi bajunya dimasukkan kedalam dan mengenakan ikat pinggang yang ada logo OSIS-nya.
Dialah seorang perempuan dengan rambut lurus sebahu, poni miring ke kanan menutupi sebagian alisnya, berkulit sawo matang setengah. Dia berjalan mendekati kami. Ekspresi wajahnya datar, apalagi mulutnya tersumpal stik kecil berwarna putih, kesan cueknya makin keliatan dah. Perempuan ini berjalan santai sambil mengulum permen.
Dia semakin dekat, terpampang sudah wajah yang cukup imut, (menurut gue sih gitu) meskipun ada kesan bengis juga disitu. Lambang OSIS di saku kirinya makin terlihat, begitu juga dengan bet nama di dada kanannya. Enam huruf tertulis disitu....
Nawang.
Gue melirik Imel yang juga melakukan hal yang sama kayak gue. Dalam benak gue muncul beberapa pertanyaan tentang sosok ini....
Dia beneran orang apa bukan yak?
Kalo dia beneran orang, masa' ada orang mampu terjun bebas trus benemin kepala ular segede gaban ke tanah?
Kalo dia bukan orang, tapi kok tampilannya kayak bocah SMA? Harusnya kan kayak pendekar juga donk, masa' ada anak sekolahan nyasar dimari?
Udah gitu, kok bisa badan kurus krempeng kayak gitu bisa bikin keok ular yang berlipat-lipat gede badannya cuma sekali ....
Aaaaaargh!
Siapa sih nih orang?
"Kalian manusia apa bukan?"
Ebujug!
Harusnya itu kan pertanyaan buat elu!
Dia nanya sambil memandangi gue sama Imel bergantian, tangan kanannya udah megang permen merah berbentuk kaki. Gue yakin kalian tau ini permen apaan.
Sekali lagi gue ngelirik Imel dengan tatapan yang sedikit bingung, mungkin dalam benaknya sama dengan apa yang ada dalam benak gue.
"Heh! Kalo ditanya itu jawab donk!"
Lah?
Nih anak malah
tambah ngegas.

Komentar
Posting Komentar